Saif Al Battar Rabu, 10 Jumadil Awwal 1434 H / 20
Maret 2013 14:37
Artinya, “Hai
orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan
tetaplah bersiap-siaga (di perbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada Allah
supaya kamu beruntung.” (QS. Ali ‘Imron, 3:200)
Juga seperti firman-Nya berikut,
Artinya, “Jadikanlah sabar
dan sholat sebagai penolongmu. dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh
berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu’, (yaitu) orang-orang yang meyakini
bahwa mereka akan menemui Tuhannya, dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya.” (QS.
al-Baqarah, 2:45-46)
Dalam kedua ayat tersebut diatas,
Allah Ta’ala mewajibkan kepada setiap hamba-Nya untuk selalu bersabar dalam
menjalankan ketaatan dan ketika menjauhi kemaksiatan, serta ketika tengah
mendapat kesulitan dan juga bersabar ketika hendak mencapai suatu tujuan.
Rasulullah saw dahulu juga mencontohkan sikap terpuji tersebut seperti pada
hadits berikut,
كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ إِذَا حَزَبَهُ أَمْرٌ فَزَعَ إِلَى الصَّلَاةِ.
Artinya, “Kebiasaan
Rasulullah ketika menghadapi kesukaran adalah segera melakukan sholat.” (HR.
Abu Dawud, Ahmad)
Demikian juga seperti yang dikatakan
oleh Hudzaifah ra,
Artinya, “Ketika aku kembali
kepada nabi saw pada malam perang Ahzab (Khandaq), sedang pada saat itu nabi
berselimut sambil sholat, dan kebiasaan nabi saw apabila menghadapi kesukaran
adalah beliau sholat.”
Sementara Ali bin Abi Thalib ra
mengatakan,
لَقَدْ رَأَيْتَنَا لَيْلَةَ بَدْرٍ
وَمَا فَيْنَا إِلَّا رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ يُصَلِّى
وَ يَدْعُ حَتَّى أَصْبَحَ.
Artinya, “Pada malam akan
terjadi perang Badar, tidak seorangpun diantara kami melainkan ia tidur,
kecuali nabi saw, ia melakukan sholat dan berdo’a hingga pagi.” (Tafsir
Ibnu Katsir)
Bahwa untuk mencapai kebahagiaan di
akhirat, Muqatil bin Hayyan menjelaskan—haruslah bersabar ketika mengerjakan
kewajiban dan sholat, maka sabar itu sendiri ialah berusaha keras dan
tidak mengenal jenuh, tidak malas dan tidak berhenti, serta menahan diri dari
maksiat, karena itu Allah mengiringkannya dengan sholat sebagai ibadah yang
mulia dan utama.
Menurut Sa’id bin Jubair bahwa sabar
itu adalah pengakuan seorang hamba bahwa penderitaan yang dirasakannya itu
datangnya dari Allah, dan adakalanya seseorang mengeluh sambil menahan derita
dan ‘memaksa’ diri untuk bersabar, maka itupun juga disebut sabar.
Sementara itu Abu Aliyah berkata
agar hendaklah mempergunakan sabar dan sholat untuk mencapai ridho Allah
Ta’ala, yang dengan sabar dan sholat tersebut menjadi sebesar-besar alat untuk
mampu melaksanakan sikap tabah dalam menjalankan ibadah, sebagaimana
firman-Nya,
Artinya, “Bacalah apa yang
telah diwahyukan kepadamu, yaitu al-kitab (al-Qur’an) dan dirikanlah sholat.
Sesungguhnya sholat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar
dan sesungguhnya mengingat Allah (sholat) adalah lebih besar (keutamaannya dari
ibadat-ibadat yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS.
al-Ankabut, 29:45)
Ketahuilah bahwa sesungguhnya iman
dan ujian merupakan kelaziman yang mesti berlaku bagi seorang mu’min, sementara
kebenaran iman itu baru dapat diketahui melalui sampai seberapa jauhkah
seseorang bersabar dalam menghadapi ujian dan penderitaan yang menimpanya.
Allah Ta’ala berfirman,
Artinya, “Dan sungguh akan
Kami berikan cobaan kepadamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan
harta, jiwa dan buah-buahan. dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang
yang sabar.” (QS. al-Baqarah, 2:155)
Dan firman-Nya,
Artinya, “Dan sesungguhnya
Kami benar-benar akan menguji kamu agar Kami mengetahui orang-orang yang
berjihad dan bersabar diantara kamu, dan agar Kami menyatakan (baik buruknya)
hal ihwalmu.” (QS. Muhammad, 47:31)
Allah Ta’ala menyiapkan bekalan bagi
setiap hamba-Nya dengan ujian hidup. Ujian hidup yang dimaksud tersebut ada dua
macam, yaitu ujian yang berupa kesenangan, seperti harta kekayaan yang banyak,
kesehatan, popularitas yang melambung tinggi, pangkat dan kedudukan,
kecantikan, atau kepandaian. Sementara ujian yang berupa keburukan misalnya
seperti kesakitan, kemiskinan, penderitaan, kematian, dan sebagainya. Dua hal
tersebut merupakan ujian keimanan, sampai batas mana kemampuan seseorang untuk
senantiasa taat kepada Allah dan dalam menjauhi maksiat yang dibenci-Nya.
Apakah seseorang tetap dalam keimanan dan ketaqwaan bilamana diberikan
pnderitaan dan kemiskinan, ataukah sebaliknya?
Pengalaman yang panjang dalam sirah
mujahid membuktikan bahwa kesenangan hidup lebih cepat menjadikan seseorang itu
menjadi kafir dan munafik, dibandingkan apabila ia diuji dengan kemiskinan,
kesakitan dan penderitaan. Oleh karena itu kesabaran dalam menghadapi ujian
merupakan barometer iman bagi seorang muslim dan mu’min.
Umar bin Khattab ra berkata,
الصَّبْرُ صَبْرَانِ: صَبْرٌ عِنْدَ
الْمُصَيْبَةِ حَسَنٌ وَ أَحْسَنُ مِنْهُ الصَّبْرُ عَنْ مَحَارِمِ اللهِ.
Artinya, “Sabar itu ada dua
macam, sabar dalam menghadapi ujian adalah baik, tetapi yang lebih baik lagi
adalah menahan diri dari perbuatan maksiat.” (Tafsir Ibnu Katsir)
Dalam Al-Jihad Sabiluna,
Imam Ibnu Mubarak berkata,
إِنَّ الْمُصِيْبَةَ وَاحِدَةٌ,
فَإِنْ جَزِعَ صَاحِبَهَا فَهُمَا إِعْنَتَانِ, لِاَنَّ إِحْدَهُمَا الْمُصِيْبَةُ
بِعَيْنًا, وَاثَّانِيَاةُ ذَهَابُ أَجْرِهِ وَ هُوَ أَعْظَمُ مِنَ الْمُصِيْبَةِ.
Artinya, “Sesungguhnya
musibah itu satu, apabila mengeluh maka hal itu menjadi dua, karena salah-satu
dari keduanya adalah musibah itu sendiri dan yang kedua adalah hilangnya
pahala, dan ia lebih besar dari musibah tersebut.”
Dan dikatakan pula,
الصَّبْرُ مِفْتَاحُ الظُّفْرِ,
وَالتَّوَكُّلِ عَلَى اللهِ تَعَالَى رَسُوْلُ النَّجَاحِ, وَ مَنْ لَمْ يَلْقَ
نَوَاإِبَ الدَّهْرِ بِالصَّبْرِ طَالَ عَتْبُهُ عَلَيْهِ.
Artinya, “Sabar adalah kunci
kemenangan dan tawakal kepada Allah adalah penyebab kesuksesan; dan barangsiapa
belum pernah menghadapi musibah dengan kesabaran, maka akan semakin lama
gerutuan dia diatasnya.”
Oleh karena itu sudah sewajarnya
bagi seorang mujahid yang sholeh untuk bersungguh-sungguh dan rajin di dalam
ketaatannya serta menggunakan seluruh waktu luangnya untuk berdzikir kepada
Allah, berdo’a kepadanya, membaca al-qur’an, memahami dien, memerintahkan yang
ma’ruf dan melarang kemungkaran. Lalu wajib juga bagi seorang mujahid menjauhi
maksiat, menghindari dan lari daripadanya, karena maksiat itu dapat
menghitamkan wajah, menggelapkan hati, membebalkan akal dan akan menjauhkan
dari Allah Yang Maha suci, serta menyebabkan kemarahan-Nya. Seorang mujahid
juga diutamakan supaya senantiasa sabar dalam menghadapi bala’ atau ujian,
serta mampu menahan penderitaan, kesakitan, dan kesempitan hidup. Juga
agar memiliki keteguhan di medan jihad, berani dan tangkas di depan pasukan
musuh yang banyak, tanpa ada perasaan takut yang berlebihan.
Ali bin Abi Thalib ra pernah
berkata,
الصَّبْرُ ثَلاَثَةٌ: فَصَبْرٌ عَلىَ
الْمُصِيْبَةِ, وَ صَبْرٌ عَلَى الطَّاعَةِ, وَ صَبْرٌ عَنِ الْمَعْصِيَةِ, فَمِنْ
صَبَرَ عَلَى الْمُصِيْبَةِ حَتَّى يَرُدُّهَا بِحُسْنِ عَزَائِهِ كَتَبَ اللهُ
لَهُ ثَلَاثَمِا ئَةِ دَرَجَةً, مَا بَيْنَ الدَّرَجَةِ إِلَى الدَّرَجِةِ كَمَا
بَسْنَ السَّمَاءِ وَالْاَرْضِ, وَ مَنْ صَبَرَ عَلَى الطَّاعَةِ كَتَبَ اللهُ
لَهُ سِتَّ مِائَةِ دَرَجَةً, مَا بَيْنَ الدَّرَجَةِ كَمَا بَيْنَ تَخُوْمُ
اْلأَرَضِيْنَ إِلَى مُنْتَهَى الْعَرْشِ مَرَّتَيْنِ.
Artinya, “Sabar itu ada tiga
yaitu sabar dalam musibah, sabar dalam taat, dan sabar dalam menjauhi maksiat.
Barangsiapa bersabar dalam musibah sehingga dikembalikannya dalam keadaan baik
atas apa yang menimpa dirinya (ia ridho atas bala’ yang diberikan-Nya), maka
Allah akan menulis baginya 300 derajat yang tiap-tiap derajat jaraknya antara
langit dengan bumi. Dan barangsiapa bersabar dalam melaksanakan taat, maka
Allah akan menuliskannya 600 derajat, tiap dua derajat jaraknya antara langit
dunia dengan Sidratul Muntaha. Dan barangsiapa yang bersabar dalam menjauhi
maksiat, maka Allah tulis baginya 900 derajat yang jarak dua derajatnya seperti
‘Arasy dua kali.” (HR. Abu Dunya dan Abu Syaikh, Al-Firdaus bi
Ma’tsuur al-Khittab)
Rasulullah saw bersabda,
وَ مَنْ يَتَصَبَّرْ يُصَبِّرْهُ
اللهُ, وَمَا أُعْتِيَ أَحَدٌ عَطَاءً خَيْرًا وَ أَوْسَعَ مِنَ الصَّبْرِ.
Artinya, “Barangsiapa yang
sabar akan disabarkan Allah, dan tidak ada pemberian Allah yang paling luas dan
lebih baik daripada kesabaran.” (HR. Bukhari, Muslim, Ahmad, Tirmidzi,
Nasa’i, Abu Dawud, Malik, Ad-Darimi)
Rasulullah saw juga pernah bersabda,
عَجَبًا لِأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إِنَّ
أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ وَ لَيْسَ ذَاكَ لِأَحَدٍ إِلاَّ لِلْمُؤْمِنِ, إِنْ
أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ, وَ إِنْ اَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ
صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ.
Artinya, “Menakjubkan semua
urusan orang yang beriman. Sesungguhnya semua urusannya serba baik, hal ini
tidak dimiliki oleh seorangpun, kecuali orang yang beriman. Apabila ia
memperoleh kebaikan ia bersyukur, maka hal itu menjadi kebaikan baginya. Jika
ditimpa kesusahan ia sabar, maka ini baik pula baginya.” (HR. Muslim)
Mensyukuri nikmat Allah Ta’ala itu
bermaksud mengakui bahwa nikmat itu datangnya dari Allah dan menggunakannya
pada jalan yang juga diridhoi oleh-Nya. Dengan demikian, Allah akan
mendatangkan nikmat yang lebih banyak dari apa yang telah diberikan-Nya
tersebut. Di segi lain, Allah akan memberikan pahala yang besar di akhirat dan
inilah sebesar-besarnya kenikmatan. Tetapi jika seseorang tidak mampu
mensyukuri nikmat Allah yang sedikit, maka kemungkinan besar dipastikan ia
tidak akan dapat mensyukuri nikmat Allah yang banyak. Dan kalau hal ini terjadi,
maka Allah akan mendatangkan bala’ dan cobaan-Nya.
Bila seseorang bersabar dalam
menghadapi bala’ yang ditimpakan Allah kepadanya, maka hal itu adalah lebih
baik baginya, sebab pahala kesabaran adalah lebih besar dari penderitaan yang
dihadapi. Maka mensyukuri nikmat yang ada, kenyataannya jauh lebih berat dan
lebih susah daripada bersabar tatkala seseorang ditimpa musibah dan ujian. Oleh
karena itu perkataan sabar disebutkan setelah syukur, sebagai gambaran bahwa
pelaksanaan syukur lebih berat daripada sabar. Tetapi bagi seorang mu’min kedua
hal tersebut akan mampu dilaksanakannya dan keduanya itu mendatangkan kebaikan
baginya.Wallahu a’lam.
Rasulullah bersabda,
إِنَّ عِظَمَ الْجَزَاءِ مَعَ عِظَمِ
الْبَلاَءِ, وَ إِنَّ اللهَ إِذَا أَحَبَّ قَوْمًا ابْتَلاَهُمْ, فَمَنْ رَضِيَ
فَلَهُ الرِّضَا وَ مَنْ سَخِطَ فَلَهُ السَّخَطُ.
Artinya, “Sesungguhnya
besarnya pahala itu bergantung daripada besarnya ujian. Barangsiapa yang ridho,
mendapat keridhoan Allah dan barangsiapa yang murka, maka mendapat kemurkaan
Allah.”( HR. Tirmidzi, Ibnu Majah)
Abu Hurairah ra berkata bahwa
Rasulullah bersabda,
مَا يَزَالُ الءبَلاَءُ بِالْمُؤْمِنِ
وَ الْمُؤْمِنَةِ فِيْ نَفْسِهِ وَ وَلَدِهِ وَ مَالِهِ حَتَّى يَلْقَى اللهَ
عَزَّ وَ جَلَّ وَ مَا عَلَيْهِ خَطِيْئَةٌ.
Artinya, “Tidak henti-hentinya
bala’ menimpa kepada seorang mu’min laki-laki dan wanita, baik mengenai dirinya
maupun mengenai keluarganya atau harta kekayaannnya, hingga ia menghadap kepada
Allah sudah bersih daripadanya dosa.” (HR. Tirmidzi, Ahmad)
Abu Abdullah bin al-Art berkata, “Kami
mengadu kepada Rasulullah ketika beliau sedang berbaring di bawah sebuah
naungan dengan berbantalkan sorbannya. Maka kami berkata, “Tidakkah engkau
mendo’akan dan memintakan bantuan serta pertolongan untuk kami?” Maka
Rasulullah bersabda,
لَقَدْ كَانَ مَنْ قَبْلَكُمْ
لَيُمْشَطُ بِمِشَاطِ الحَدِيْدِ مَا دُيْنَ عِظَامِهِ مِنْ لَحِمٍ أَوْ عَصَبٍ
مَا يَصْرِفُهُ َذَالِكَ عَنْ دِيْنِهِ, وَ يُوْضَعُ الْمِنْشَارُ عَلَى مَفْرِقِ
رَأْسِهِ فَيُشَقُّ بِاثْنَيْنِ مَا يَصْرِفُهُ ذَالِكَ عَنْ دِيْنِهِ, وَ لَيُتِمَّنَّ
اللهُ هَذَا الْاَمْرَ حَتَّى يَسِيْرَ الرَّاكِبُ مِنْ صَنْعَاءَ إِلَى
حَضْرَمَوْتَ مَا يَخَافُ إِلاَّ اللهَ زَادَ بَيَانٌ وَالذِّئْبَ عَلَى غَنَمِهِ.
Artinya, “Dahulu orang-orang
yang sebelum kamu adakalanya ditanam hidup-hidup dan digergaji dari atas
kepalanya sehingga terbelah menjadi dua. Dan adakalanya dikupas kulitnya dengan
sisir dari besi yang mengenai tulang dan daging, tetapi yang demikian itu tidak
menggoyahkan iman dan diennya. Demi Allah, Allah pasti akan menyempurnakan dien
Islam ini hingga merata keamanan, orang dapat berjalan dari Shan’a (Yaman) ke
Hadramaut tanpa ada yang ditakutkannya, kecuali kemurkaan Allah, atau serigala
yang dikhawatirkan menerkam kambingnya, tetapi kamu terburu-buru.” (HR.
Bukhari)
Rasulullah juga bersabda,
مَنْ يُرِدْ اللهُ بِهِ خَيْرًا
يُصِبْ مِنْهُ.
Artinya, “Barangsiapa yang
dikehendaki Allah padanya suatu kebaikan, maka diberinya penderitaan.” (HR.
Bukhari, Ahmad, Malik)
Abu Hurairah ra berkata bahwa
Rasulullah bersabda,
مَا يُصِيْبُ الْمُسْلِمَ مِنْ نَصَبٍ
وَ لاَ وَصَبٍ وَ لاَ هَمِّ وَ لاَ حُزْنٍ وَ لاَ أَذًا وَ لاَ غَمِّ حَتَّى
الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا إِلاَّ كَفَّرَ اللهُ بِهَا مِنْ خَطَايَاهُ.
Artinya, “Tiada seorang
muslim yang menderita kelelahan atau kesusahan hati, bahkan gangguan yang
berupa duri melainkan semua kejadian itu akan menjadi penebus dosa.” (HR.
Bukhari, Muslim, Ahmad)
Demikian besar karunia Allah kepada
seorang muslim yang menderita kelelahan atau penyakit, bahwa Allah Ta’ala
bersedia menjadikannya sebagai penebus dosa asalkan disambut dengan jiwa iman
dan kesabaran. Allah Ta’ala berfirman,
Artinya, “Katakanlah, “Hai
hamba-hamba-Ku yang beriman. bertakwalah kepada Tuhanmu.” Orang-orang yang
berbuat baik di dunia ini memperoleh kebaikan. Dan bumi Allah itu adalah luas.
Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka
tanpa batas.” (QS. az-Zumar, 39:10)
Dan firman-Nya,
Artinya, “… dan orang-orang
yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. mereka itulah
orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang
bertakwa.” (QS. al-Baqarah, 2:177)
Demikian semoga bermanfaat, wallahu
a’lam bisshowwab.
(Diangkat dari kitab Rojulun
Sholih (Karakteristik Lelaki Sholih) karya Ust. Abu M. Jibriel AR)
(Abujibriel.com/arrahmah.com)
No comments:
Post a Comment