Saif Al
Battar
Sabtu, 9
Juni 2012 11:07:51
(Arrahmah.com) - Pada akhir tahun 1948, Sayyid
Quthb (rahimahullah) meninggalkan Iskandariah, Mesir, menuju Amerika
melalui Kapal Api dengan melintasi laut tengah dan mengarungi samudera
Atlantik. Diatas kapal api itu banyak persitiwa yang membekas dalam hatinya.
Bahkan kenangan dalam perjalanan menuju Amerika itu banyak dituangkan saat ia
menulis Tafsir Fii Dzhilalil Qur'an. Salah satu kisahnya saat beliau melihat
seorang misionaris Kristen berupaya mengkristenkan umat Islam yang menumpang
kapal tersebut. Kejadian itu berlangsung tepat ketika waktu bergulir menuju
Shalat Jum'at.
Sayyid
Quthb melihat sang misionaris tidak ubahnya pendeta-pendeta pada umumnya yang
menawarkan ajaran agama Kristen yang sangat kacau. Sontak saja, hal ini
membangkitkan rasa dan semangat keimanannya untuk menjaga akidah saudara
semuslimnya. Tidak butuh menunggu waktu lama, ia segera menghubungi kapten
kapal untuk meminta izin mendirikan Sholat Jum'at di atas kapal. Semua orang
Islam, berikut awak kapal pun kemudian mendatangi panggilan Shalat Jum'at yang
diinisiasikan Sayyid Quthb. Ia kemudian bertindak sebagai khotib dan usut siapa
sangka Sayyid Quthb ternyata tengah melakukan perubahan besar dalam kapal
tersebut.
Rupanya,
shalat Jum'at yang ia pimpin adalah shalat Jum'at pertama yang didirikan di
kapal tersebut. Mengenai hal ini, Sayyid Quthb sempat menulisnya dalam Tafsir
Fii Dzihilalil Qur'an saat membahas Surat Yunus.
"Nahkoda
kapal (seorang Inggris) memberikan kemudahan kepada kami untuk menunaikan
shalat. Ia memberikan kelonggaran kepada para awak kapal, para juru masak, dan
para pelayannya, yang kesemuanya beragama Islam untuk menunaikan shalat Jum'at
bersama kami asalkan tidak ada tugas saat waktu itu. Mereka sangat bergembira,
karena ini merupakan kali pertama dilaksanakannya shalat Jum'at di kapal
tersebut."
Sayyid
bersama para jama'ah kemudian menjadi santapan para penumpang asing.
Gerakan Sholat Sayyid dan kaum muslimin terasa asing bagi mereka namun memendam
kelembutan ibadah yang begitu syahdu. Hingga sesaat setelah shalat Juma'at
dilaksanakan, banyak diantara orang asing mendatangi Sayyid dan para jama'ah
seraya mengucapkan selamat dan sukses atas ibadah Jum'at yang baru saja
dilaksanakan. Sayyid Quthb pun menulis kenangan itu dalam Kitab Fi Dzhilalil
Qur'annya,
"Saya
bertindak sebagai Khatib dan imam shalat Jum'at itu. Para penumpang yang
sebagian besarnya orang asing itu duduk-duduk berkelompok-kelompok menyaksikan
kami shalat. Setelah menunaikan shalat banyak dari mereka, yang datang kepada
kami untuk mengucapkan selamat atas kesuksesan kami melaksanakan tugas suci.
Dan ini merupakan puncak pengetahuan mereka tentang shalat kami."
Salah
satu orang yang mendatangi jama'ah Sayyid Quthb ialah seorang wanita Nashrani
berkebangsaan Yugoslavia yang melarikan diri dari tekanan dan ancaman komunis
Teito. Wanita itu mengaku takjub atas kesyahduan dan ketertiban Shalat Jum'at
yang didirikan kaum muslimin. Air matanya pun tak kuasa jatuh tak terbendung
mengetahui betapa nilai-nilai rabbani yang dilantunkan Sayyid Quthb mampu
menyentuh perasaannya.
Dengan
diliputi rasa heran, ia pun bertanya-tanya alunan musik apa yang baru saja
dibacakan Sayyid Quthb. Tidak pernah rasanya dalam hidup ia mendengar untaian
Syahdu yang begitu merasuk ke dalam kalbu. Iramanya lembut dan bahasanya pun
penuh ketentraman hati. Jadi, bacaan seperti ini sangatlah asing dalam
agamanya. Dan begitu kagetnya sang wanita nashrani itu ketika mengetahui bahwa
bahasa yang dilantunkan Sayyid Quthb dalam Shalat Jum'at adalah ayat-ayat Al
Qur'anul Karim, sebuah kitab suci mulia bagi umat muslim.
Inilah
yang membuat Sayyid Quthb semakin memahami bagaimana kekuatan redaksional ayat
Qur'an begitu mempesona. Tidak hanya bagi umat muslim, juga bagi non muslim.
Karena ucapan takjub itu keluar dari mulut seorang wanita yang belum pernah
mendengar satu huruf pun di dalam Al Qur'an, apalagi memahaminya. Tentang
kejadian itu, Sayyid Quthb menulis dalam Kitab Fii Dzhilalil Qur'an,
"Terjadinya
peristiwa ini dan peristiwa-peristiwa serupa lainnya, yang dialami banyak orang
menunjukkan bahwa di dalam Al Qur'an ini terdapat rahasia lain yang ditangkap oleh
sebagian hati manusia, hanya semata-mata ia mendengar Al Qur'an dibaca. Boleh
jadi keimanan wanita kepada agamanya dan pelariannya dari negeri komunis itu
telah menjadikan perasaannya begitu sensitif terhdap kalimat-kalimat Allah
secara mengaggumkan seperti ini."
Maka itu
Sayyid Quthb, merasa perlu untuk memperbincangkan kekuatan Al Qur'an yang
tersembunyi dan mengagumkan itu. Menurut Sayyid Quthb penyampaian Al Qur'an
memiliki keistemewaan karena yang ditunjukinya lebih luas, pengungkapannya
lebih lembut, indah, dan lebih hidup. Selain itu, Al Qur'an pun memiliki metode
penjelasan yang diluar kemampuan jangkauan manusia. Seperti bagaimana Al Qur'an
menyampaikan metodenya dalam beberapa ayat di dalam surat Yunus.
"
dan Kami memungkinkan Bani Israil melintasi laut, lalu mereka diikuti oleh
Fir'aun dan bala tentaranya, karena hendak Menganiaya dan menindas (mereka);
hingga bila Fir'aun itu telah hampir tenggelam berkatalah dia: "Saya
percaya bahwa tidak ada Tuhan melainkan Tuhan yang dipercayai oleh Bani Israil,
dan saya Termasuk orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)". (Surat
Yunus, 90)
Menurut
Sayyid Quthb, sampai kisah ini diceritakan, Allah kemudian mengomentari secara
langsung, dengan firman yang diarahkan kepada pemandangan yang dihadapi sekarang,
"
Apakah sekarang (baru kamu percaya), Padahal Sesungguhnya kamu telah durhaka
sejak dahulu, dan kamu Termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan. Maka pada
hari ini Kami selamatkan badanmu supaya kamu dapat menjadi pelajaran bagi
orang-orang yang datang sesudahmu dan sesungguhnya kebanyakan dari manusia
lengah dari tanda-tanda kekuasaan kami." (Surat Yunus 91-92)
Kemudian
disusul lagi dengan membeberkan pandangan yang terus terjadi hingga sekarang
ini, (bahkan pada masa-masa selanjutnya),
"dan
Sesungguhnya Kami telah menempatkan Bani Israil di tempat kediaman yang bagus
dan Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik. Maka mereka tidak berselisih,
kecuali setelah datang kepada mereka pengetahuan (yang tersebut dalam Taurat).
Sesungguhnya Tuhan kamu akan memutuskan antara mereka di hari kiamat tentang
apa yang mereka perselisihkan itu." (Surat Yunus 93)
Maka
benarlah kata Sayyid Quthb bahwa redaksi Al Qur'an sangat berbeda dengan
redaksi ciptaan manusia. Redaksi atau susunan Al Qur'an mempunyai kekuatan yang
hebat terhadap jiwa, dimana redaksi ciptaan manusia tidak pernah bisa
memilikinya. Dengan hanya membacanya, maka kadang-kadang dapat menimbulkan
pengaruh yang hebat terhadap orang-orang yang tidak tahu apa-apa tentang bahasa
Arab. Ya termasuk wanita Yugoslavia itu, yang menangis mendengar bacaan Al
Qur'an.
Penulis: Muhammad Pizaro - Islampos.com
No comments:
Post a Comment