Saif Al
Battar
Senin, 18
Juli 2011 22:13:47
Sejak
awal bulan Rajab, kita biasa mendengar para ustadz mengajarkan dari
mimbar-mimbar pengajian doa yang katanya biasa dibaca oleh Nabi Muhammad SAW di
bulan tersebut. Doanya berbunyi:
( اَلَّلهُمَّ بَارِكْ لَنَا
فِي رَجَبَ وَشَعْبَانَ وَبَلِّغْنَا رَمَضَانَ )
"Ya
Allah, limpahkanlah berkah kepada kami di bulan Rajab dan Sya'ban, dan
sampaikanlah kami ke bulan Ramadhan!"
Di bulan
Sya'ban ini, doa tersebut semakin sering diajarkan dalam berbagai majlis taklim
dan khutbah Jum'at. Di benak para pendengar ceramah dan khutbah Jum'at akhirnya
tertanam sebuah keyakinan bahwa doa tersebut benar-benar berasal dari Nabi SAW,
biasa diucapkan oleh beliau, dan tidak afdhal jika kita tidak membacanya
sebelum datangnya bulan suci Ramadhan.
Oleh: Muhib Al Majdi / Arrahmah.com
Sebagai
seorang muslim, tentu berdoa adalah bagian dari ibadah yang senantiasa kita
lakukan, terlebih pada waktu-waktu, kesempatan-kesempatan, dan tempat-tempat
yang mustajabud da'wah. Namun berdoa juga memiliki berbagai syarat,
sunah, dan adab yang selayaknya kita jaga. Di antaranya adalah membiasakan diri
membaca doa-doa yang diajarkan oleh Al-Qur'an dan Nabi Muhammad SAW dalam
hadits-hadits yang shahih.
Selain
itu, kita tidak boleh gegabah meyakini atau mengamalkan sembarang doa dengan
mengklaim doa tersebut berasal dari ajaran Nabi SAW, apalagi rutin beliau
amalkan.
Setidaknya ada tiga alasan untuk berhati-hati dalam berdoa;
Setidaknya ada tiga alasan untuk berhati-hati dalam berdoa;
Pertama, doa adalah ibadah dan
sebaik-baik cara ibadah (termasuk cara dan lafal doa) adalah apa yang telah
diajarkan langsung oleh Allah SWT dalam Al-Qur'an dan Rasulullah SAW dalam
hadits shahih.
Kedua, doa-doa dalam Al-Qur'an dan
hadits shahih adalah jawami'ul kalim, yaitu perkataan dan
kalimat-kalimat yang ringkas namun sudah mencakup semua kebaikan dunia dan
akhirat yang dibutuhkan oleh manusia. Sementara doa-doa gubahan manusia biasa
(baik gelarnya ulama, syaikh, habib, ustadz, tuan guru, teungku, dst) bisa jadi
isinya baik, namun tidak memenuhi kriteria jawami'ul kalim.
Ketiga, mengklaim doa-doa tertentu
sebagai doa yang berasal dari Rasulullah SAW atau biasa beliau baca, padahal
sebenarnya bukan berasal dari beliau SAW, dikhawatirkan termasuk dalam kategori
berdusta atas nama Rasulullah SAW. Minimal bisa disebut tidak berhati-hati
dalam meriwayatkan hadits alias meriwayatkan hadits tanpa memiliki pengetahuan
yang cukup atas keshahihan atau kedha'ifan hadits tersebut.
Tidak
diragukan lagi, gegabah dalam meriwayatkan hadits dha'if seringkali menjadi
pintu gerbang terjadinya berbagai bid'ah dalam beragama. Oleh karenanya, pada
sahabat dan tabi'in sangat berhati-hati dalam meriwayatkan hadits. Imam Muslim
dalam muqaddimah Shahih Muslim meriwayatkan beberapa hadits dan perkataan para
ulama salaf tentang wajibnya berhati-hati dalam meriwayatkan hadits dan
besarnya dosa orang yang tidak berhati-hati dalam meriwayatkan hadits.
Kembali
kepada doa yang diklaim oleh banyak pihak sebagai doa yang ma'tsur
(berasal dari Nabi Muhammad SAW) di atas, bagaimana status hadits tersebut?
Untuk menjawabnya, berikut ini kita sampaikan jawaban Syaikh Sulaiman bin
Nashir al-Ulwan, seorang ulama besar hadits di Arab Saudi yang hafal
kutub tis'ah.
Pertanyaan:
Fadhilah
syaikh Sulaiman bin Nashir al-Ulwan hafizhahullah Ta'ala, bagaimana pendapat
para ulama tentang hadits "Ya Allah, limpahkanlah berkah kepada kami di
bulan Rajab dan Sya'ban, dan sampaikanlah kami ke bulan Ramadhan"?
Jawaban
Syaikh Sulaiman bin Nashir al-Ulwan:
Bismillah
ar-Rahman ar-Rahim
Hadits
ini diriwayatkan oleh imam Ahmad dalam musnadnya (1/259) dan Al-Bazzar (Kasyful
Astar no. 616) dari jalur Zaidah bin Abi ar-Ruqad dari Ziad an-Numairi dari
Anas bin Malik R.A
عن أنس بن
مالك قال كان النبي صلى الله عليه وسلم إذا دخل رجب قال ( اَلَّلهُمَّ بَارِكْ
لَنَا فِي رَجَبَ وَشَعْبَانَ وَبَلِّغْنَا رَمَضَانَ ) .
Dari Anas
bin Malik RA. berkata: Jika telah masuk bulan Rajab, Nabi SAW membaca doa: "Ya
Allah, limpahkanlah berkah kepada kami di bulan Rajab dan Sya'ban, dan
sampaikanlah kami ke bulan Ramadhan!"
Dalam
sanad hadits ini terdapat seorang perawi bernama Zaidah bin Abi ar-Ruqad,
seorang perawi yang haditsnya tidak shahih.
Tentang
status perawi ini, imam Al-Bukhari berkata: Ia seorang munkarul hadits
(haditsnya sangat lemah).
Dalam
kitab Adh-Dhu'afa' (para perawi hadits yang lemah), Imam An-Nasai mengatakan: Ia
adalah seorang munkarul hadits.
Imam Abu
Daud berkata: Aku tidak mengenal haditsnya.
Imam Ibnu
Hibban berkata: Ia meriwayatkan hadits-hadits yang munkar (sangat lemah) dari
para tokoh yang terkenal. Haditsnya tidak boleh dijadikan hujjah (dalil
landasan beramal) dan tidak boleh ditulis kecuali untuk i'tibar (dikomparasikan
dengan hadits riwayat para perawi yang lain. Jika riwayatnya sesuai dengan
riwayat para perawi yang tsiqah, maka haditsnya boleh ditulis. Jika riwayatnya
menyelisihi riwayat para perawi yang tsiqah, maka riwayatnya tertolak-edt)
Imam Ibnu
Rajab Al-Hambali menyebutkan hadits ini dalam kitabnya, Lathaiful Ma'arif hlm.
234 dan mengomentarinya: Hadits ini lemah.
Imam Ibnu
Hajar Al-Asqalani dalam kitabnya, Tabyinul ‘Ajab bimaa Warada fi Fadhli
Rajab hlm. 18 menyebutkan hadits ini lemah karena perawi Zaidah yang
statusnya munkarul hadits bersendirian dalam meriwayatkan hadits ini
(tidak ada perawi lain yang meriwayatkannya dari jalur lain).
Tidak ada
hadits shahih yang mengkhususkan bulan Rajab dengan amalan ibadah tertentu,
baik berupa doa, puasa, sedekah, maupun umrah menurut pendapat yang benar.
Karena sesungguhnya Nabi SAW melaksanakan umrah pada bulan Dzulqa'dah
sebagaimana dijelaskan oleh hadits Anas bin Malik dalam Shahih Bukhari dan Shahih
Muslim.
Sebagian
orang menyangka bahwa Nabi Muhammad SAW dilahirkan pada tanggal 1 Rajab. Ini
pendapat yang keliru.
Sebagian
lainnya menyangka bahwa Nabi Muhammad SAW diisra'kan pada malam 27
Rajab. Tidak ada satu riwayat pun yang shahih tentang hal itu (bahwa isra' dan
mi'raj terjadi pada malam 27 Rajab-edt).
(Pendapat
yang menyatakan peristiwa isra' dan mi'raj terjadi pada malam 27 Rajab tahun 10
kenabian adalah keliru, karena isra' dan mi'raj terjadi setelah wafatnya
Khadijah, sementara Khadijah meninggal pada bulan Ramadhan tahun 10 kenabian,
bukan pada bulan Rajab. Terdapat beberapa pendapat lain mengenai waktu
terjadinya isra' dan mi'raj, namun tidak terdapat satu riwayat shahih pun yang
menegaskan secara pasti waktunya. Menurut syaikh Shafiyurrahman Al-Mubarakfuri
dalam Ar-Rahiq al-Makhtum, alur cerita surat Al-Isra' mengindikasikan
bahwa isra' dan mi'raj terjadi pada tahun-tahun akhir sekali sebelum peristiwa
hijrah ke Madinah--edt) Wallahu a'lam.
Sulaiman
bin Nashir al-Ulwan
14 Rajab 1421 H
14 Rajab 1421 H
Walhasil, kita dianjurkan untuk banyak
beramal shalih dan berdoa di bulan Sya'ban ini. Namun meyakini secara khusus
bahwa doa di atas adalah doa yang berasal dari Rasulullah SAW dan biasa beliau
baca di bulan Rajab serta Sya'ban adalah keyakinan yang keliru karena tidak
didukung oleh dalil yang shahih.
Lantas
doa apa yang selayaknya kita sering baca di bulan kelalaian ini? Silahkan membuka buku-buku
yang mengajarkan doa-doa dari Al-Qur'an dan hadits-hadits yang shahih, niscaya
Anda akan menemukan begitu banyak doa jawami'ul kalim yang selayaknya
Anda baca.
Buku-buku
ringkas seperti Hishnul Muslim dan Ad-Du'a wa ar-Ruqa (DR. Sa'id
bin Ali Al-Qahthani), atau buku-buku tebal seperti Al-Adzkar An-Nawawiyah
(Imam An-Nawawi Asy-Syafi'i) bisa menjadi buku pegangan Anda. Buku-buku
tersebut telah diterjemahkan dan diterbitkan oleh banyak penerbit Islam di
tanah air dengan beragam judul. Tentu masih banyak buku-buku lain yang
mengajarkan doa-doa dari Al-Qur'an dan hadits-hadits shahih.
Selamat
belajar dan semoga Allah SWT membimbing kita untuk mampu berdzikir, berdoa,
bersyukur dan beribadah kepada-Nya sesuai tuntunan yang diajarkan oleh
Rasul-Nya SAW. Amien yaa Rabb al-‘alamin.
Wallahu
A'lam bish showab..
(Arrahmah.Com
No comments:
Post a Comment